Jumat, 05 Agustus 2011

Pungutan Sekolah Dilarang

Sekolah harus mengembalikan pungutan.

JAKARTA — Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh segera menge luarkan peraturan larangan pungutan di sekolah yang di dalamnya di atur pula jenis sanksinya. Nuh juga mempersilakan masyara kat yang ingin melaporkan pungutan di sekolah melalui Kementerian Pendidikan Na sional (Kemendiknas).

Kemendiknas akan melindungi masyarakat yang melapor kan pungutan sekolah. Nuh meminta waktu sepekan untuk menuntaskan peraturan tersebut. Dia bertekad memberantas berbagai pungutan yang ternyata masih banyak terdapat di sekolah. “Awal pekan depan diumumkan bentuk sanksinya,” ujar Nuh di Jakarta, Selasa (2/8).

Kemendiknas telah menerjunkan tim khusus bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri untuk mengawasi pungutan di sekolah di seluruh Tanah Air saat penerimaan siswa baru pada 18-22 Juli lalu. Dari 1.289 sekolah yang diselidiki —dari tingkat SD, SMP, SMA, dan SMK— ditemukan sembilan jenis pungutan.

Pungutan ini dikemas dalam bentuk pungutan administrasi, pendaftaran, uang gedung, seragam, buku, SPP, uang ekstrakurikuler, biaya ujian, dan pungut an sesuai kebutuhan sekolah masing-masing. Nuh mengungkapkan, pungutan seragam merupakan pungutan yang paling banyak ditemukan di sekolah.

Untuk sementara, katanya, pihak sekolah diminta mengembalikan seluruh pungutan kepada orang tua siswa. Seluruh siswa di tingkat SD dan SMP dibebaskan dari berbagai pungutan dengan dalih apa pun karena pemerintah telah mengu curkan dana bantuan operasio nal sekolah (BOS).

Mengenai sanksi lainnya, Nuh menga takan, oknum di sekolah bisa dikenakan sanksi berat. Namun, mantan rektor Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya, Jawa Timur, ini belum bersedia menyebut kannya dengan dalih ma sih dirumuskan. Yang pasti, ujar nya, sanksi itu tak sampai berwujud pemecatan.

Dengan senang hati, Nuh juga mau menerima aduan dari ma syarakat jika menemukan kasus pungutan terhadap siswa. Laporan harus diser tai buk ti konkret sehingga dapat di pertanggungjawabkan. Lapo r an bisa disampaikan ke Pusat Informasi dan Media, Gedung C Kemendiknas. Dia menjamin, identitas pelapor akan dilindungi dan tidak di bocorkan ke publik atau pihak se kolah.

Posko pengaduan di Kemendiknas sebenarnya sudah di buka saat penerimaan siswa baru tahun ajaran 2011/ 2012. Selama 10 hari, sejak 4 hingga 14 Juli lalu, Kemendiknas mem buka posko yang ternyata direspons positif oleh masyarakat di wilayah Jabodetabek. Sebanyak 134 laporan pungutan dan penyimpangan lainnya masuk ke posko.

Kepala Pusat Infokom Ke mendiknas Ibnu Hamad mengungkapkan, salah satu laporan yang masuk menyangkut jual beli bangku SD di Depok, Jawa Barat. Pelapor membuat aduan tertulis yang di sertai buk ti konkret. Setelah dicek melalui Dinas Pendidikan Depok ternyata laporan itu benar.

Kemendiknas menyerah kan sanksi bagi oknum seko lah itu kepada Dinas Pen di dikan. Tapi, data pelapor tetap aman, ujarnya.

Koordinator Koalisi Pendidikan Lody Paat mendukung tekad Kemendiknas mem beran tas pungutan di sekolah dengan memberikan sanksi yang tegas. Dia yakin, peraturan Mendik nas bisa menekan pihak sekolah untuk tidak mencari-cari alasan membuat pungutan. Itu cara yang sangat baik.

Namun, Lody meminta orang tua murid juga aktif mengawasi penyimpangan di sekolah. Peraturan bisa man dul tan pa ada kontrol masyarakat. c13/c24/c02 ed: budi raharjo

http://koran.republika.co.id

Beasiswa Madrasah Ditambah

Nashih Nashrullah

CIREBON — Beasiswa bagi siswa madrasah tidak mampu dan berprestasi akan ditam bah pada 2012. Anggaran beasiswa itu di alokasikan untuk 1,75 juta siswa. Alokasi itu meningkat dibanding 2011, yaitu 1,3 juta penerima.

Menteri Agama (Menag), Suryadharma Ali, mengungkapkan hal itu saat penyerahan beasiswa bagi siswa madrasah dan bantuan peningkatan mutu pendidikan agama Islam, di Cirebon, Rabu (3/9).

Menag mengatakan, upaya ini merupakan kewajiban kementerian yang dipimpinnya selaku penyelenggara pendidikan setelah Kementerian Pendidikan Nasional. Tujuannya agar setiap anak bangsa dapat menikmati pendidikan, tanpa terhalang alasan ketidakmampuan. Kasus yang menimpa Fatimah Az Zahra, siswi SD Negeri Cadas Ngampar, Kota Cirebon, tak boleh terulang lagi. Karena ketidakmampuan secara ekonomi, Fatimah putus sekolah di kelas lima SD lalu menjadi pemecah batu. “Jangan sam pai ada yang tidak bersekolah,” katanya.

Menag meminta jajarannya di Kemenag untuk mendata siswa-siswa kurang mampu yang putus sekolah. Ini penting karena pendidikan adalah modal untuk meningkatkan taraf hidup seseorang bahkan kunci memajukan bangsa dan negara. “Pendidikan yang lemah berdampak pada rendahnya sumber daya manusia,” ujar Menag.

Dirjen Pendidikan Islam Kemenag Moham mad Ali mengatakan, beasiswa ditujukan untuk 30 persen dari keseluruhan siswa madrasah yang ada. Tiap siswa menerima Rp 360 ribu pertahun atau Rp 30 ribu per bulan di tingkat madrasah ibtidaiyah (MI), sebanyak Rp 270 ribu per tahun bagi siswa madrasah tsanawiyah (MTs), dan Rp 280 ribu untuk siswa madrasah aliyah (MA).

Ali mengatakan, program ini ditujukan untuk mengurangi tingkat putus sekolah siswa madrasah yang masih tinggi. Pada tahun ajaran 2008/2009, siswa yang pu tus sekolah di MI tercatat 12.161 dari 2.916.227 siswa, MTs sebanyak 18.723 dari 2.437.262 siswa, dan MA 4.290 dari 397.366 siswa.

Sementara pada tahun ajaran 2009/ 2010, jumlah siswa yang putus sekolah di MI turun menjadi sebanyak 7.364 siswa, MTs 9.101 siswa, dan MA sebanyak 3.405 siswa. Meski menurun, angka tersebut masih lebih tinggi dibanding jumlah siswa putus sekolah di lembaga pendidikan umum.

Pada kesempatan itu, Menag secara simbolis menyerahkan bantuan kepada institusi pendidikan melalui Kantor Kemenag di empat kabupaten, yakni Kabupaten Cirebon, Kuningan, Majalengka,dan Indramayu. ed: wachidah handasah

http://koran.republika.co.id

KPK Bidik Kepsek dan Guru

Muhammad Hafil

Masyarakat diminta aktif melaporkannya.

JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak tinggal diam melihat pungutan di sekolah yang marak setiap penerimaan siswa baru. Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan M Jasin mengatakan, pungutan termasuk perbuatan korupsi meski kepala sekolah atau guru bukanlah pejabat negara.

Sesuai UU Tindak Pidana Korupsi, kata Jasin, setiap pegawai negeri dilarang menerima uang yang berkaitan dengan pekerjaannya selain gaji. Kepala sekolah dan guru pun bisa terkena pasal gratifikasi bila tidak melaporkan uang pemberian orang tua murid. "Kita akan buat tim untuk mengevaluasi masalah ini," ujar Jasin kepada Republika, Rabu (3/8).

KPK juga akan memantau dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang diberikan pemerintah kepada sekolah. Tak tertutup kemungkinan, ujar Jasin, dana BOS digunakan untuk kepentingan yang tidak tepat seperti dimanfaatkan oleh oknum kepala sekolah atau guru. Akibatnya, dana BOS yang semestinya untuk menutupi biaya kegiatan belajar-mengajar menjadi tidak cukup.

Pihak sekolah lantas meminta bantuan orang tua murid yang dibalut dengan berbagai jenis pungutan. Inilah yang oleh Jasin dianggap sebagai pungutan liar karena tidak sesuai aturan. KPK akan menggandeng Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) yang sebelumnya telah mengumumkan temuan sembilan jenis pungutan di sekolah negeri mulai tingkat SD sampai SMA.

Kemendiknas bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri menerjunkan tim khusus untuk mengawasi penerimaan siswa baru di 1.289 sekolah di seluruh Tanah Air pada 18-22 Juli lalu. Hasilnya, Kemendiknas mendapati sembilan jenis pungutan, yaitu pungutan administrasi, pendaftaran, uang gedung, seragam, dan buku. Berikutnya, pungutan SPP, uang ekstrakurikuler, biaya ujian, dan pungutan sesuai kebutuhan sekolah masing-masing.

Pungutan seragam merupakan jenis yang paling banyak ditemukan. Mendiknas Mohammad Nuh merespons temuan ini dengan membuat peraturan yang melarang pungutan di sekolah yang akan dikeluarkan pekan depan. Sekolah diwajibkan mengembalikan pungutan tersebut.

Anggota DPR Eva Kusuma Sundari mendukung rencana KPK menindak berbagai pungutan di sekolah dan penyelewengan dana BOS. Menurutnya, salah satu tugas KPK memang memperbaiki sistem di kementerian atau lembaga agar tidak koruptif. "Ini strategi yang paling efektif," kata Eva.

Eva mengatakan, ketiadaan data mengenai kebutuhan dana riil untuk setiap sekolah membuka peluang terjadinya penyimpangan. Pengelolaan dana bakal kian parah jika tidak ada pengawasan internal yang kuat di Kemendiknas.

Namun, tak semua anggota DPR setuju dengan langkah KPK. Anggota Komisi III DPR yang membidangi hukum Nasir Jamil mengatakan, KPK tak layak mengurusi pungutan di sekolah yang nilainya sangat kecil. Anggota Fraksi PKS ini meminta KPK menyerahkan masalah ini kepada polisi atau kejaksaan. "Pungli memang korupsi, tapi biasanya kecil, makanya dikategorikan liar," ujarnya.

Wakil Koordinator ICW Adnan Topan Husodo juga tak setuju. Dia beralasan, ini tidak sesuai dengan strategi besar pemberantasan korupsi de ngan menyasar koruptor kakap yang melibatkan pejabat atau penegak hu kum. Adnan mengusulkan agar ke terlibatan KPK sebatas pencegahan, bukan penindakan.

KPK bisa turun ke sekolah untuk mengamati bagaimana korupsi terjadi. Setelah itu, cetus Adnan, KPK memberikan reko mendasi kepada pemerintah untuk memperbaiki sistemnya. KPK juga bisa membantu sekolah membuat laporan keuangan yang benar dan transparan.

Juru Bicara KPK Johan Budi SP mengatakan, pungutan di sekolah memang masuk bidang pencegahan. Namun, KPK tetap mengharapkan aduan masyarakat jika menemukan pungutan di sekolah. c41/erdy nasrul ed: budi raharjo http://koran.republika.co.id